Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah berkata :

الأَصْلُ الثَّانِي : مَعْرِفَةُ دِينِ الإِسْلامِ بِالأَدِلَّةِ وَهُوَ: الاسْتِسْلامُ للهِ بِالتَّوْحِيدِ، وَالانْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ، وَهُوَ ثَلاثُ مَرَاتِبَ: الإسْلامُ، وَالإِيمَانُ، وَالإِحْسَانُ. وَكُلُّ مَرْتَبَةٍ لَهَا أَرْكَانٌ.

“Pokok kedua: mengenal agama Islam disertai dalil-dalilnya. Islam adalah: ‘Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan menaatinya, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.”

Syarah:

            Pokok kedua yang hendak disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah mengenal Agama Islam.

Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,

بَدَأَ الإسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كما بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing.”([1])

            Hadis ini menunjukkan bahwa mengenal agama Islam merupakan suatu perkara yang sangat urgen, sebab akan ada nanti suatu zaman orang-orang yang mengeklaim bahwa mereka beragama Islam, namun ternyata mereka tidak mengenal hakikat agama Islam itu sendiri. Bisa jadi mereka hanya mengenal Islam melalui keturunan, dengar-dengar, ikut-ikutan, atau yang lainnya, sehingga akhirnya mereka pun tidak memahami Islam dengan baik, bahkan bisa jadi mereka akan mengingkari ajaran-ajaran Islam.

Nabi Muhammad ﷺ menyatakan bahwa beruntunglah orang-orang yang asing, maksudnya adalah beruntunglah orang-orang yang menjalankan syariat Islam namun dianggap asing. Mereka dianggap asing karena pada saat itu kebanyakan orang tidak mengenal hakikat agama Islam dengan baik.

Karenanya, di antara pokok penting yang harus kita jadikan sebagai landasan kehidupan kita adalah mengenal agama Islam dengan baik.

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan bahwa cara mengenal hakikat agama Islam dengan baik bukan dengan taklid, ikut-ikutan, tradisi, atau yang lainnya, melainkan dengan dalil.

Apa itu hakikat Islam?

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan Islam adalah “Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya”.

Dari penjelasan di atas, maka ada 3 poin penting yang harus dipenuhi oleh setiap muslim:

Pertama : Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya

Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini sangat banyak, di antaranya adalah firman Allah ﷻ,

﴿وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰۗ وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ﴾

“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman: 22)

Juga firman Allah ﷻ,

﴿أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ﴾

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 133)

Juga firman Allah ﷻ,

﴿فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُواۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ﴾

“Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al-Hajj: 34)

Dari sini, maka seseorang yang mengeklaim bahwa dirinya adalah seorang muslim namun ternyata ia tidak berserah diri sepenuhnya kepada Allah ﷻ (bertauhid), ia menyerahkan dirinya kepada langit, pohon, jin, dan yang lainnya, maka sesungguhnya ia tidak Islam.

Kedua : Tunduk patuh dengan menaati-Nya

Dalil akan hal ini adalah firman Allah ﷻ,

﴿إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَاۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nur: 51)

Inilah sifat orang-orang Islam, apa pun yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dan Rasul-Nya maka mereka pun dengar dan patuh. Tidak seperti orang-orang munafik yang Allah ﷻ gambarkan dalam firman-Nya,

﴿وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ﴾

“Dan mereka berkata: ‘Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya)’. Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 47)

Yaitu, mereka mengatakan bahwa mereka dengar dan patuh kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya, akan tetapi setelah itu mereka lantas berpaling.

Ketiga : Berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.

Harus kufur kepada kesyirikan serta meyakini bahwa hanya Islamlah yang benar, adapun selain Islam adalah kesyirikan. Jadi, ada 2 syarat, yaitu harus bertauhid dan menafikan kesyirikan. Allah ﷻ berfirman,

﴿ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَاۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Allah ﷻ juga berfirman,

﴿فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ﴾

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)

Jangan sampai muncul keyakinan bahwa agama-agama selain Islam benar, seperti meyakini bahwa penganut agama Buddha, Hindu, Nasrani, Yahudi, penyembah kuburan, pohon, dan yang lainnya akan masuk surga. Allah ﷻ berfirman,

﴿قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُۙ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ﴾

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah: 40)

Jadi, konsekuensi dari tauhid adalah mengingkari syirik beserta pelakunya. Seseorang yang mengeklaim dirinya bertauhid namun di sisi lain ia membiarkan bahkan membolehkan dan membenarkan kesyirikan, maka apalah arti tauhid jika demikian? Pernyataan-pernyataan semisal yang mengarah kepada bolehnya melakukan kesyirikan merupakan pernyataan kufur kepada Allah ﷻ yang membatalkan keimanan. Allah ﷻ berfirman,

﴿لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَۚ﴾

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam’.” (QS. Al-Ma’idah: 17).

Allah ﷻ juga berfirman,

﴿لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌۚ﴾

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Ma[idah: 73)

Allah ﷻ juga berfirman,

﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَاۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Jelas, ayat-ayat di atas menegaskan bahwa pelaku syirik adalah kafir dan tempat mereka di akhirat adalah neraka. Sehingga tidak boleh kita membolehkan apalagi membenarkan perilaku-perilaku kesyirikan. Dengan yakin dan tegas kita harus mengatakan bahwa syirik adalah perbuatan kufur.

Adapun permasalahan tidak mengganggu atau toleransi ritual-ritual atau perbuatan-perbuatan kesyirikan, maka hal tersebut berbeda. Kita sebagai warga negara yang baik bertoleransi dalam artian membiarkan non muslim baik kafir atau musyrik untuk menjalankan ibadah sesuai agama mereka masing-masing. Namun, jika kita ditanyakan tentang peribadatan dan keyakinan mereka, maka wajib bagi kita mengatakan bahwa hal tersebut adalah syirik.

 

Sumber :  https://bekalislam.firanda.com/5108-pokok-kedua-mengenal-agama-islam-syarh-al-ushul-ats-tsalatsah.html

Leave a Comment