Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah berkata :

فَإِذَا قِيلَ لَكَ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَقُلْ: رَبِّيَ اللهُ الَّذِي رَبَّانِي، وَرَبَّى جَمِيعَ الْعَالَمِينَ بِنِعَمِهِ

“Apabila ditanyakan kepadamu, ‘Siapa Tuhanmu?’ Maka jawablah, ‘Tuhanku adalah Allah yang telah mentarbiyahku dan seluruh alam semesta dengan nikmat-nikmat-Nya.”

Syarah:

الرَّبُّ di dalam bahasa Arab berasal dari الرُّبُوْبِيَّةُ (ar-rububiyah) yang maknanya kembali kepada sifat rububiyah Allah ﷻ, yaitu menciptakan, memiliki/menguasai, dan mengatur seluruh alam semesta.([1])

Oleh karena itu, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menggunakan kata tarbiah untuk menjelaskan sifat Allah ﷻ berkaitan dengan pengurusannya terhadap makhluk, sebab tarbiah merupakan salah satu di antara makna Rabb.

Adapun makna tarbiah secara bahasa Indonesia adalah memelihara dan mengurusi. Sebagaimana kita tahu, jika dikatakan kita menarbiah anak, maka maknanya adalah kita memeliharanya sejak kecil, seluruh kebutuhannya akan kita penuhi dan serta kita ayomi.

Demikian pula Allah ﷻ. Allah ﷻ menarbiah kita artinya Allah ﷻ yang mengurusi kita, mulai dari menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada, kemudian Allah ﷻ memberikan segala kebutuhan yang kita perlukan, Allah ﷻ juga memberikan nikmat-nikmat yang begitu besar nan melimpah seperti kita dapat melihat, mendengar, berpikir, dan yang lainnya.

Tidak cukup sampai di situ, tarbiah Allah ﷻ tersebut tidak hanya berlaku pada kita saja, namun berlaku pada seluruh makhluk yang ada di alam semesta.

 

Matan:

وَهُوَ مَعْبُودِي لَيْسَ لِي مَعْبُودٌ سِوَاهُ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: الْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَكُلُّ مَنْ سِوَى اللهِ عَالَمٌ، وَأَنَا وَاحِدٌ مِنْ ذَلِكَ الْعَالَمِ.

“Dia adalah sesembahanku. Aku tidak memiliki sesembahan selain Dia. Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya), ‘Segala puji milik Allah tuhan semesta alam’. (QS. Al-Fatihah: 2) Segala sesuatu selain Allah adalah alam (makhluk).”

Syarah:

Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah ﷺ lah yang menciptakan, memiliki, dan mengatur seluruh alam semesta. Adapun tauhid uluhuiyah adalah beribadah hanya kepada Allah ﷻ semata.

Karena Allah ﷺ yang menciptakan, memiliki, dan mengatur seluruh alam semesta, maka Allah ﷻ saja lah yang berhak disembah. Para ulama menyebutnya dengan ungkapan, “Tauhid rububiyah membawa konsekuensi tauhid uluhiyah”.

Hal ini merupakan perkara yang sangat logis. Jika saja yang mengandung, menyusui, mengurusi kita hingga dewasa adalah ibu kandung kita, maka dialah yang berhak untuk kita berbakti kepadanya, bukan kepada ibu-ibu yang lain. Begitu juga halnya, seorang wanita yang kita lamar dan nikahi dengan memberikannya mahar, kemudian memberinya nafkah, segala kebutuhannya, bahkan hadiah, dan yang lainnya, lantas ia berbakti dan melayani lelaki lain, maka tentu wanita tersebut telah berperilaku kurang ajar.

Begitulah Allah ﷻ, karena Dia adalah satu-satunya yang menciptakan kita, maka Dia saja lah yang berhak kita sembah. Jika saja ada pencipta dan pengatur selain Allah ﷻ, baik itu para malaikat, para nabi, para jin, para wali, maka tentunya mereka berhak untuk kita sembah. Namun kenyataannya tidak demikian, hanya Allah ﷻ lah satu-satunya pencipta alam semesta, tidak ada campur tangan selain-Nya.

Karena itu, orang-orang yang melakukan kesyirikan dengan menyembah penghuni kubur merupakan orang-orang yang tidak menggunakan akal sehatnya. Bagaimana mungkin mereka meminta, bahkan sampai menangis-nangis meminta kepada penghuni kubur sedang penghuni kubur tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Jika saja para penghuni kubur tersebut saat masih hidup tidak boleh kita sembah, apalagi setelah mati yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Jangankan para penghuni kubur, para malaikat pun yang diperintahkan oleh Allah untuk mengatur sebagian alam semesta tidak boleh kita sembah.

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah kemudian mendatangkan dalil bahwasanya Allah ﷻ adalah Rabb seluruh alam semesta, yaitu firman Allah ﷻ,

﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 2)

Disebutkan pada ayat ﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ﴾  “Segala puji bagi Allah ﷻ”. Artinya, yang benar-benar berhak untuk dipuji hanya Allah ﷻ, dan yang benar-benar berhak untuk dipuji dari segala sisi hanyalah Allah ﷻ.([2])

Adapun selain Allah ﷻ (makhluk) hanya dapat dipuji karena bisa melakukan ini dan itu, sementara yang bisa membuat mereka melakukan ini dan itu adalah Allah ﷻ. Jadi harusnya yang berhak untuk mendapatkan pujian adalah Allah ﷻ, sebab Allah ﷻ lah yang menciptakan mereka. Karenanya, jika kita kagum melihat sesuatu, kita disyariatkan untuk mengucapkan “Masyaallah Tabarakallah”.

Selain itu juga, selain Allah ﷻ yang kita puji pasti memiliki kekurangan dari sisi yang lain. Berbeda dengan Allah ﷻ, Allah ﷻ sempurna sehingga berhak dipuji dari segala sisi.

Disebutkan juga pada ayat ﴿رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾ “Tuhan semesta alam”. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Rabb adalah penguasa. Adapun الْعَالَمِينَ maknanya adalah semua selain Allah ﷻ, sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di atas.

فَإِذَا قِيلَ لَكَ: بِمَ عَرَفْتَ رَبَّكَ؟ فَقُلْ: بِآيَاتِهِ وَمَخْلُوقَاتِهِ، وَمِنْ آيَاتِهِ: اللَّيْلُ، وَالنَّهَارُ، وَالشَّمْسُ، وَالْقَمَرُ، وَمِنْ مَخْلُوقَاتِهِ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأَرَضُونَ السَّبْعُ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَمَا بَيْنَهُمَا؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ﴾. وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾

“Jika ditanyakan kepadamu, ‘Dengan apa engkau mengenal Tuhanmu?’ Maka jawablah, ‘Dengan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya. Di antara tanda adanya Allah dari ayat-ayatnya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Di antara tanda adanya Allah dari makhluk-makhluk-Nya adalah tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, dan apa yang ada di antara keduanya. Dalilnya adalah firman Allah: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, jika kalian benar-benar beribadah kepada-Nya (QS. Fusshilat: 37). Juga firman Allah: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah bahwa bagi Allah segala penciptaan dan segala perintah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al-A’raf: 54)’.”

Syarah

            Dalil-dalil atau ayat-ayat yang disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, jika kita membahasnya secara panjang lebar, maka ayat-ayat tersebut akan menunjukkan tentang adanya Tuhan. Pembahasan panjang lebar tentang ini telah penulis bahas dalam beberapa pengajian penulis, serta bantahan terhadap orang-orang Ateis.

Salah satu tanda yang menunjukkan adanya Tuhan adalah teraturnya matahari dan bulan. Hal ini menunjukkan adanya Tuhan, karena matahari dan bulan tidak terjadi dengan sendirinya. Buktinya, kita melihat adanya tanggalan, kita bisa mengetahui gerhana matahari ataupun gerhana bulan, kita bisa mengetahui jadwal perubahan musim, itu semua menunjukkan bahwa matahari dan bulan memiliki sistem peredaran yang teratur dan tidak berubah.

Jika sekiranya matahari atau bulan bukan makhluk, melainkan Tuhan, maka seharusnya masing-masing memiliki kehendak, namun kita sama-sama tahu bahwa matahari dan bulan tidak bisa berkehendak, bahkan keduanyalah yang dikehendaki dan diatur sehingga tidak bisa keluar dari orbitnya, Allah ﷻ berfirman,

﴿لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ﴾

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yasin: 40)

Maka, sudah sangat jelas bahwa yang mengatur matahari dan bulan adalah penciptanya, pencipta seluruh alam semesta.

Logika sederhana, sebagaimana kisah tentang orang-orang Ateis dan Abu Hanifah rahimahullah. Orang-orang Ateis tersebut berdialog dengan Abu Hanifah tentang adanya Tuhan atau tidak. Maka Abu Hanifah berkata bahwa renungkanlah tentang sebuah kapal yang bersandar di sungai Dajlah, kemudian barang dari kapal tersebut turun dengan sendirinya, tanpa ada awak kapal yang mengangkutnya, kemudian naik pula barang-barang yang baru tanpa ada awak kapal yang mengangkutnya, kemudian kapal tersebut berlabuh ke pelabuhan berikutnya, apakah itu bisa terjadi? Orang-orang Ateis pun mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Maka Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa jika kapal saja yang kecil tidak bisa beroperasi dengan sendirinya, maka bagaimana lagi dengan alam semesta yang teratur dengan aturannya.([3])

Dialog yang terjadi antara Abu Hanifah dan orang-orang Ateis adalah salah satu dalil di antara sekian banyak dalil yang menunjukkan adanya Tuhan. Namun, kita tidak bisa membahas hal ini panjang lebar, karena pembahasan ini telah penulis bahas dalam kajian penulis tentang dalil-dalil adanya Tuhan([4]).

وَالرَّبُ هُوَ الْمَعْبُودُ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَآء بِنَآءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ فَلاَ تَجْعَلُواْ لِلّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

“Dan Rabb (pengatur alam semesta ini), Dialah satu-satunya yang berhak disembah. Adapun dalilnya adalah firman Allah, ‘Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui’ (QS. Al-Baqarah: 21-22).”

Syarah

Fokus pembahasan kita di sini adalah bukan hanya sekadar penegasan bahwa Allah ﷻ yang menciptakan alam semesta ini, namun juga untuk menegaskan bahwa Allah ﷻ juga mengatur alam semesta. Segala hukum yang berlaku secara hukum adalah hukum-Nya, dan segala perintah yang berlaku adalah perintah-Nya, sehingga Allah ﷻ-lah yang berhak untuk disembah sebagaimana dalil yang dibawakan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah ﷻ, maka sudah sepantasnya Allah ﷻ kita sembah. Jika sekiranya ada selain Allah ﷻ yang bersama-Nya dalam menciptakan manusia, maka tentu dia juga berhak di sembah. Misalnya, jika sekiranya ada tiga Tuhan yang menciptakan kita, maka kita punya hak untuk menyembah ketiga Tuhan tersebut, dan ketiga Tuhan tersebut berhak untuk disembah. Namun, yang menciptakan kita hanyalah Allah ﷻ semata, tidak ada yang bersama dengan Allah ﷻ dalam menciptakan kita. Maka dari itu, Allah ﷻ mengingatkan kita untuk hanya menyembah-Nya.

Pada dalil yang Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah bawakan di atas, menunjukkan bahwasanya Allah ﷻ tidak hanya menciptakan manusia seluruhnya, akan tetapi Allah ﷻ juga menciptakan seluruh sarana prasarana bagi manusia. Sarana prasarana tersebut berupa bumi dengan hamparannya, sungai-sungai yang mengalir, laut yang begitu luasnya, pepohonan yang indah, dan sarana prasarana lainnya yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Tidak hanya bumi, Allah ﷻ juga menciptakan langit bagi manusia sebagai atap, yang darinya diturunkan air hujan, dan dari air hujan itu kemudian menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan di bumi sebagai rezeki bagi manusia.

Dengan semua yang Allah ﷻ ciptakan, manusia beserta sarana prasarananya, maka janganlah kita mengambil tandingan-tandingan dan sekutu bagi Allah ﷻ. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengambil tandingan-tandingan dan menyekutukan Allah ﷻ sementara Dia-lah yang menciptakan seluruh alam semesta ini?

Secara umum, manusia di atas muka bumi ini lebih banyak orang-orang musyrik. Orang-orang yang kufur kepada Allah, yang menyembah nabi Isa álaihis salam, yang menyembah dewa, yang menyembah patung, yang menyembah matahari, jauh lebih banyak daripada orang-orang Islam, bahkan kaum muslimin pun sendiri masih ada sebagian yang terjerumus ke dalam model-model kesyirikan. Padahal, yang menciptakan seluruh manusia beserta prasarananya adalah Allah ﷻ, maka sudah sepantasnya hanya Allah ﷻ yang manusia sembah. Tidak heran jika Nabi Muhammad ﷺ mengatakan bahwa dosa kesyirikan adalah dosa yang paling besar.

Oleh karenanya, sangat logis apabila dikatakan bahwa hanya Allah ﷻ yang berhak untuk disembah karena Dialah yang menciptakan kita dan segala penunjang kebutuhan hidup kita, dan tidak diciptakan oleh selain Dia.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda ketika ditanya tentang dosa yang paling besar,

أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ

Yaitu kamu menyekutukan Allah, sementara Dialah yang menciptakanmu.”([5])

 

Sumber :  https://bekalislam.firanda.com/5103-pokok-pertama-mengenal-allah-syarh-al-ushul-ats-tsalatsah.html

Leave a Comment